Ilmuwan sosial dan akademisi kenamaan Aceh, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA), dalam tulisan di laman pribadinya mengangkat tentang kasus “industri asusila” (prostitusi terselubung yang sedang marak) di Banda Aceh. Ia coba menyibak fenomena tersebut sebagai sebuah masalah atau patologi sosial di masyarakat kita sebagai sebuah hal yang meresahkan. Namun ada yang luput dari amatan KBA, bahwa perempuan-perempuan itu bukan semata subjek yang memilih dengan kesadaran penuh untuk menjadi pelaku asusila. Perempuan-perempuan tersebut juga bisa kita lihat sebagai korban dari konstruksi sosial-budaya yang dibentuk oleh pergeseran budaya massa di kalangan generasi muda, yang berakar pada kapitalisme dan budaya konsumerisme. Lewat tulisan ini saya coba mengangkat sebuah fenomena relasi paling natural antara laki-laki dan perempuan yang biasanya terikat dalam hubungan asmara, namun kini muncul varian hubungan asmara baru yang bertransformasi menjadi hubungan yang cenderung artifisial, direkat...
Stasiun kereta api di Banda Aceh era Kolonial. Menurut pengakuan orang-orang tua dahulu, salah satunya Wali Nanggroe Malik Mahmud, yang saya simak ceritanya secara langsung berujar, orang Aceh dulu hingga kurun 40-50’an adalah peniaga yang ulung. Malik Mahmud sembari bercerita tentang CTC (Central Trading Company), BUMN Indonesia pertama yang dinahkodai oleh T. Hamid Azwar yang berasal dari Samalanga, banyak bercerita tentang seorang pengusaha sukses zaman itu yang bernama Usman Adamy. Usman Adamy adalah salah satu pengusaha Aceh yang tinggal di Singapura. Ia saat itu mendirikan kantor dagang hingga ke Hongkong. Di era itu Pulau Penang menjadi hub (penghubung) bisnis yang diramaikan oleh pengusaha asal Aceh. Di Lebuh Acheh, salah satu jalan di wilayah perkantoran kota tua di Penang, berjejer kantor dagang milik pengusaha Aceh. Kini, kedigdayaan orang Aceh dalam perniagaan tampak melemah. Orang Aceh seperti “gadöh seumangat”, entah akibat konflik berkepanjangan atau faktor lai...