Langsung ke konten utama

Mengapa Masyarakat Dapat Bertahan di Tengah Kemiskinan? (I): Peran Agama

  Kita akan dengan mudah sekali mendapatkan tulisan, kajian, studi dan analisis di lingkup ilmu sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melihat Aceh dalam kondisi yang terpuruk, tertinggal dan penuh dengan berbagai permasalahan.  Hal ini diperkuat dengan sejumlah data statistik. Dalam hal ekonomi dan politik, Aceh adalah provinsi termiskin di Sumatera, provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah di Indonesia, nomor 7 tertinggi korupsi di Indonesia, padahal di saat yang sama Aceh adalah provinsi paling besar anggaran APBD di luar Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan daerah di Aceh cukup bermasalah sejak lama. Hal itu pula yang menyebabkan masyarakat Aceh terjebak dalam kemiskinan. Aceh juga provinsi peringkat ketiga dalam prevalensi angka stunting di Indonesia, tertinggi prevalensi gangguan jiwa, peringkat pertama tingkat pemerkosaan tertinggi yang melapor ke polisi, terendah ketiga angka literasi, daerah paling rendah tidak memiliki sanitasi (WC) di rumah di lu...

Mengapa Masyarakat Dapat Bertahan di Tengah Kemiskinan? (I): Peran Agama

 


Kita akan dengan mudah sekali mendapatkan tulisan, kajian, studi dan analisis di lingkup ilmu sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melihat Aceh dalam kondisi yang terpuruk, tertinggal dan penuh dengan berbagai permasalahan. 

Hal ini diperkuat dengan sejumlah data statistik. Dalam hal ekonomi dan politik, Aceh adalah provinsi termiskin di Sumatera, provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah di Indonesia, nomor 7 tertinggi korupsi di Indonesia, padahal di saat yang sama Aceh adalah provinsi paling besar anggaran APBD di luar Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan daerah di Aceh cukup bermasalah sejak lama. Hal itu pula yang menyebabkan masyarakat Aceh terjebak dalam kemiskinan.

Aceh juga provinsi peringkat ketiga dalam prevalensi angka stunting di Indonesia, tertinggi prevalensi gangguan jiwa, peringkat pertama tingkat pemerkosaan tertinggi yang melapor ke polisi, terendah ketiga angka literasi, daerah paling rendah tidak memiliki sanitasi (WC) di rumah di luar Sumatera. Sejumlah data statistik itu menunjukkan ketertinggalan, keterpurukan dan masalah serius yang dialami oleh masyarakat Aceh. 

Dengan sekelumit masalah yang dihadapi, kita patut bertanya, apa yang membuat masyarakat Aceh bertahan dan dapat menikmati hidup sehari-hari dengan normal? 

Sejumlah data statistik yang telah disebutkan tadi, menunjukkan anomali dengan satu data yang menunjukkan bahwa masyarakat Aceh paling damai, mandiri dan bahagia.

Berdasarkan Pemutakhiran Pendataan Keluarga Tahun 2023, nilai capaian Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) tertinggi diraih Provinsi Aceh dengan indeks 65,38. Sedangkan nilai terendah adalah Provinsi Papua dengan indeks 51,96 dan DKI Jakarta dengan indeks 56,77.

iBangga merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kualitas hidup keluarga dan pembangunan keluarga. Nilai iBangga Aceh tertinggi di Indonesia. iBangga mencakup tiga indikator utama: kedamaian, kemandirian, dan kebahagiaan. 

Hasil penelitian ini mungkin berkorelasi dengan sebuah survey global yang menempatkan Indonesia sebagai negara paling makmur (flourish), dihitung tidak hanya berdasarkan aspek capaian finansial semata, namun studi yang melibatkan aspek sosial, psikologis dan spiritual yang lebih kompleks.

Penelitian bertajuk Global Flourishing Study, salah satu survei kesejahteraan terbesar di dunia, melibatkan lebih dari 207.000 responden di 23 negara, mencakup enam benua. Studi Kemakmuran Global atau Global Flourishing Study (GFS) merupakan kolaborasi antara para peneliti di Program Kemakmuran Manusia di Harvard, Institut Studi Agama Universitas Baylor, dan Gallup untuk mengatasi keterbatasan dalam penelitian terkini tentang kemakmuran manusia. 

Survei ini tidak hanya bertanya seputar keamanan finansial, tetapi juga menyentuh aspek-aspek mendasar dari kehidupan manusia: kesehatan fisik, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan sosial, dan kesejahteraan spiritual.

Indonesia berada di posisi teratas sebagai negara yang warganya paling bahagia, dengan skor flourishing tertinggi, disusul Israel dan Filipina. Sementara Jepang, Turki, dan Inggris justru berada di posisi terbawah.

Yang jadi pertanyaan, mengapa Aceh yang warganya miskin dan terpuruk secara ekonomi, juga Indonesia yang banyak warganya masih berpendapatan rendah bisa bahagia? 

Saya akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. 

Agama dan Ketahanan Sosial-Psikologis 

Pertama, saya akan melihat peran utama agama sebagai basis ketahanan sosial psikologis yang menjadi alasan mengapa masyarakat Aceh dan Indonesia dapat bertahan, bahkan merasa bahagia. 

Berdasarkan pemikiran sosiolog Emile Durkheim, kita bisa melihat bahwa ada korelasi yang kuat antara agama dan solidaritas sosial. Solidaritas sosial sendiri adalah teori Durkheim yang menjadi aspek ketahanan sosial dan faktor individu dapat hidup dengan baik dalam suatu komunitas masyarakat.

Agama sebagai kekuatan pengikat sosial. Durkheim berpendapat bahwa agama berperan penting dalam menciptakan dan mempertahankan solidaritas sosial. Agama menyediakan sistem nilai, simbol, dan ritual yang mendorong individu untuk merasa terikat dengan kelompok dan masyarakat. Durkheim juga melihat fungsi agama yang memberikan makna dan tujuan hidup, hal tersebut membantu individu dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. 

William James, filsuf dan psikolog Amerika Serikat ini meneliti tentang pengalaman keagamaan dan peran agama dalam memberikan rasa makna, tujuan hidup, dan kekuatan spiritual bagi individu. Menurutnya, pengalaman keagamaan dapat menjadi sumber kekuatan dan ketahanan psikologis dalam menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. 

James melihat bahwa agama memiliki fungsi untuk membantu manusia menghadapi penderitaan, penyakit, kehilangan, dan kematian, serta membantu mereka bertahan sebagai individu dalam masyarakat. 

Seorang psikolog Albert Bandura memperkenalkan teori self efficacy atau efikasi diri. Teori ini menjelaskan tentang keyakinan individu terkait kemampuannya untuk berhasil dalam situasi tertentu. Dalam konteks agama, efikasi diri bisa dilihat sebagai keyakinan seseorang untuk mempraktekkan ajaran agama dalam hidup, mengatasi tantangan, dan mencapai tujuan spiritual.

Efikasi diri yang tinggi dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai tujuan spiritual, seperti meningkatkan kualitas ibadah, meningkatkan pemahaman agama, dan mencapai kedamaian batin.Efikasi diri ini juga dapat membantu setiap orang untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan yang mungkin berhubungan dengan ajaran agama, seperti menahan godaan, mengatasi kesulitan, dan tetap berpegang pada nilai-nilai agama. Efikasi diri yang tinggi dalam konteks agama dapat berdampak positif pada kehidupan tiap orang: dapat meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kesejahteraan mental, dan meningkatkan hubungan dengan Tuhan.

Meski agama seringkali dilihat secara skeptis, namun sejumlah studi dan teori justru membuktikan bahwa agama punya peran dalam membentuk ketahanan sosial-psikologis yang berdampak besar bagi masyarakat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Posisi Perempuan dalam Kasus Komersialisasi Asmara dan Industri Asusila di Banda Aceh

  Ilmuwan sosial dan akademisi kenamaan Aceh, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA), dalam tulisan di laman pribadinya mengangkat tentang kasus “industri asusila” (prostitusi terselubung yang sedang marak) di Banda Aceh. Ia coba menyibak fenomena tersebut sebagai sebuah masalah atau patologi sosial di masyarakat kita sebagai sebuah hal yang meresahkan. Namun ada yang luput dari amatan KBA, bahwa perempuan-perempuan itu bukan semata subjek yang memilih dengan kesadaran penuh untuk menjadi pelaku asusila. Perempuan-perempuan tersebut juga bisa kita lihat sebagai korban dari konstruksi sosial-budaya yang dibentuk oleh pergeseran budaya massa di kalangan generasi muda, yang berakar pada kapitalisme dan budaya konsumerisme. Lewat tulisan ini saya coba mengangkat sebuah fenomena relasi paling natural antara laki-laki dan perempuan yang biasanya terikat dalam hubungan asmara, namun kini muncul varian hubungan asmara baru yang bertransformasi menjadi hubungan yang cenderung artifisial, direkat...

Mengapa Negeri Syariat tidak Bersyariat? Menjelaskan Anomali Sosial di Aceh

Aceh sebagai daerah yang berlaku syariat Islam namun marak muncul kasus yang mencoreng citra syariat. Tulisan berikut mencoba menganalisis persoalan kompleks ini, salah satunya adalah makin berjaraknya Islam dan syariat dari alam pikiran dan kesadaran generasi muda Aceh.  Tulisan ini merupakan tanggapan dari tulisan Putri Balqis Vilza berjudul Anomali Sosial dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh yang ditulis di laman website kba13.com milik Prof. Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad. Putri coba mengangkat keresahannya mengenai maraknya angka bunuh diri pada mahasiswa, operasi tangkap tangan pasangan non muhrim, menjamurnya industri asusila, terjaringnya pasangan penyuka sesama jenis (Liwath/Musahaqah), sampai mewabahnya tindak kekerasan hingga pembunuhan yang terjadi di Aceh, padahal di Aceh berlaku Syariat Islam. Kamarruzzaman Bustamam Ahmad dalam salah satu artikelnya menyimpulkan bahwa kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Lingkungan pertem...

Hubungan Ulama dan Umara di Tiga Kerajaan di Nagan Raya: Peran Bersama Dalam Budaya Pertanian

Sebagaimana kuatnya peranan Ulama dalam mempengaruhi kebijakan kepemimpinan dalam Kesultanan Aceh, begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya di Aceh. Hampir di setiap kerajaan kecil ini mempunyai ulama sebagai penasehat dan bahkan bisa dikatakan sebagai mitra kerja para raja. Para ulama ini ada yang menyebutnya sebagai Mufti dan sebagian tempat menjuluki mereka dengan sebutan Teungku Qadhi. Tanpa terkecuali termasuk Kerajaan Seunagan, Kerajaan Seuneu‘am dan Kerajaan Beutong Benggalang berada di wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Nagan Raya. Dimana dalam perjalanan sejarahnya, di ketiga kerajaan ini, hubungan para ulama dengan para raja sangatlah kental dan terjaga. Keterlibatan ulama dalam kepemimpinan di Nagan Raya sudah mulai terjalin kuat sejak era kerajaan, kuatnya hubungan ini juga mempengaruhi kebijakan pemerintahan raja-raja di Nagan. Bahkan hubungan semacam ini sudah menjadi hubungan emosional antara guru dan murid, sebagaimana hubungan antara Raja Seunagan Te...