Ilmuwan sosial dan akademisi kenamaan Aceh, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA), dalam tulisan di laman pribadinya mengangkat tentang kasus “industri asusila” (prostitusi terselubung yang sedang marak) di Banda Aceh. Ia coba menyibak fenomena tersebut sebagai sebuah masalah atau patologi sosial di masyarakat kita sebagai sebuah hal yang meresahkan. Namun ada yang luput dari amatan KBA, bahwa perempuan-perempuan itu bukan semata subjek yang memilih dengan kesadaran penuh untuk menjadi pelaku asusila. Perempuan-perempuan tersebut juga bisa kita lihat sebagai korban dari konstruksi sosial-budaya yang dibentuk oleh pergeseran budaya massa di kalangan generasi muda, yang berakar pada kapitalisme dan budaya konsumerisme. Lewat tulisan ini saya coba mengangkat sebuah fenomena relasi paling natural antara laki-laki dan perempuan yang biasanya terikat dalam hubungan asmara, namun kini muncul varian hubungan asmara baru yang bertransformasi menjadi hubungan yang cenderung artifisial, direkat...
Sebagai seorang orang tua dengan dua orang anak, saya sangat berharap Banda Aceh sebagai tempat tinggal menjadi kota yang ramah anak dan ideal sebagai tempat tumbuh kembang yang layak. Setiap orang tua tentu berharap anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik dan sempurna. Kita tentu ingin anak-anak kita sehat secara fisik dan mental, berkarakter baik, dapat mengakses pendidikan yang layak dan juga dapat tumbuh dan berkembang kemampuan dan potensinya dengan fasilitas bermain dan belajar yang baik. Bermain adalah kata kunci bagi tiap anak. Setiap anak perlu mendapatkan hak bermain yang cukup dan layak. Bermain dapat mengembangkan berbagai kemampuan anak, mulai dari kemampuan kognitif, sensorik, motorik dan lainnya. Secara psikologis, bermain memberikan kebahagiaan pada anak. Kebahagian anak di masa kecil mempengaruhi kualitas mental dan psikologisnya saat dewasa. Untuk itu, hak bermain setiap anak wajib dipenuhi. Taman dan Arena Bermain untuk Anak Setiap warga Banda Aceh mung...