Langsung ke konten utama

Postingan

Ideologi dan Perubahan Tidak Lahir dari Ruang Kosong

Di satu sesi forum diskusi di Badan Kesbangpol Aceh, ketika teman saya yang merupakan peneliti ilmu politik, Mirza Ardi, memaparkan tentang matinya narasi ideologi di Pilkada, saya berkesempatan untuk menanggapi pemaparannya. Bagi saya, matinya ideologi atau narasi ideologis bukan lahir dari ruang kosong, melainkan terkait dengan faktor kesejarahan atau konteks zaman. Ada dua faktor yang menurut saya menjadi konteks yang melahirkan ideologi: 1. Collective suffering, dengan adanya penderitaan kolektif, kondisi tersebut memantik. 2. Collective consciousness (kesadaran kolektif). Ideologi tidak lahir secara tiba-tiba, muncul begitu saja secara sporadis dari pemikiran seorang pemikir. Faktor kesejarahan di era tersebut yang kemudian membuat seorang pemikir kemudian merumuskan sebuah ideologi dalam upaya menciptakan tatanan yang lebih baik. Apabila kita merujuk kepada sejarah modern dunia, lahirnya liberalisme klasik berawal dari penderitaan kaum petani atas paj...
Postingan terbaru

Tentang Pemuda Iran di Malaysia dan Upaya Merawat Keyakinan Beragama

Suatu malam di tahun 2008, ketika saya masih tinggal di Kuala Lumpur, saya dan beberapa orang teman waktu itu menyewa mobil dari salah satu penyewa mobil yang merupakan mahasiswa asal Iran. Sepertinya ia berasal dari keluarga berkecukupan. Ia kuliah sambil berbisnis rental mobil yang dikhususkan bagi para mahasiswa. Saat itu mobil yang kami sewa mogok, kami terpaksa menelepon pemilik mobil sewa tersebut yang langsung menghampiri kami dan menjemput dengan mobil lain. Mobil yang mogok ditinggalkan di lokasi. Kami pulang dengan mobil jemputan milik si penyewa. Dalam perjalanan pulang kami bercerita dan membahas banyak hal. Pemilik bisnis mobil rental yang merupakan mahasiswa asal Iran itu, sebut saja namanya Reza, bertanya kepada saya yang ia ketahui berasal dari Indonesia. "Di Jakarta, mobil mewah seperti Ferrari, Porsche atau Lamborghini tidak sebanyak di Kuala Lumpur ya?" Saya menjawab, "Mungkin karena Jakarta terlalu luas dan jumlah kendaraan terlalu banyak,...

Irwan dan Illiza Memperebutkan Suara Anak Muda

Teuku Irwan Djohan adalah calon walikota yang punya basis pemilih setia di Kota Banda Aceh. Basis pemilih setianya berasal dari pemilih di beberapa kali pemilihan legislatif yang mengantarkan Irwan ke kursi DPRA. Irwan punya nama besar orang tua, Mayjen. Purn. Teuku Djohan, perwira militer yang kemudian berkarir politik di Golkar. Nama besar orang tua Irwan punya citra baik bagi masyarakat Aceh. Jejaring keluarga Irwan adalah keluarga besar yang juga punya reputasi baik. Sementara itu, Illiza Saaduddin Djamal adalah calon walikota yang juga berasal dari keluarga yang cukup populer, adalah anak Sa'aduddin Djamal, tokoh agamis yang merupakan mantan politisi senior di PPP. Latar belakang keluarga Illiza bisa dikatakan berlatar belakang agamis. Irwan dan Illiza adalah dua tokoh yang merupakan bagian dari keluarga elite politik lama. Keduanya punya modal jejaring keluarga yang kuat dan reputasi yang baik. Hingga saat ini menjelang Pilkada, di kalangan pemilih muda, kelas menengah dan te...

Hubungan Ulama dan Umara di Tiga Kerajaan di Nagan Raya: Peran Bersama Dalam Budaya Pertanian

Sebagaimana kuatnya peranan Ulama dalam mempengaruhi kebijakan kepemimpinan dalam Kesultanan Aceh, begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya di Aceh. Hampir di setiap kerajaan kecil ini mempunyai ulama sebagai penasehat dan bahkan bisa dikatakan sebagai mitra kerja para raja. Para ulama ini ada yang menyebutnya sebagai Mufti dan sebagian tempat menjuluki mereka dengan sebutan Teungku Qadhi. Tanpa terkecuali termasuk Kerajaan Seunagan, Kerajaan Seuneu‘am dan Kerajaan Beutong Benggalang berada di wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Nagan Raya. Dimana dalam perjalanan sejarahnya, di ketiga kerajaan ini, hubungan para ulama dengan para raja sangatlah kental dan terjaga. Keterlibatan ulama dalam kepemimpinan di Nagan Raya sudah mulai terjalin kuat sejak era kerajaan, kuatnya hubungan ini juga mempengaruhi kebijakan pemerintahan raja-raja di Nagan. Bahkan hubungan semacam ini sudah menjadi hubungan emosional antara guru dan murid, sebagaimana hubungan antara Raja Seunagan Te...

Renungan Personal tentang Pemimpin dan Kepemimpinan

  Dalam momentum menjelang pilkada 2024 ini, kemungkinan besar banyak pihak, termasuk masyarakat umum, akan tertarik dalam pusaran pertarungan untuk memenangkan jagoan kandidatnya masing-masing.  Terlepas dari ikatan preferensi politik, profesi , maupun tendensi afiliasi politik, saya kali ini ingin menulis sebuah ekspresi tentang kepemimpinan ideal dalam sisi yang paling privat dan personal, tanpa ada ikatan atau embel-embel apapun.  Dalam sisi personalitas yang paling privat, sebagai manusia yang merdeka untuk berpikir, sebagai seorang yang dikaruniai nalar dalam berkontemplasi melampaui realitas praktis, saya coba memetik hikmah dari sebuah renungan tentang pemimpin dan kepemimpinan ideal, serta upaya mewujudkannya.  Apakah kepemimpinan ideal itu dan seperti apakah sosok pemimpin ideal? Dengan jujur saya akan mengambil posisi mempertimbangkan nilai-nilai keislaman sebagai pijakan rasional dan filosofis, dengan segala keterbatasan penguasaan saya terhadap Islam itu...

Cerita Orang Aceh Dahulu dan Cara untuk Maju

  Stasiun kereta api di Banda Aceh era Kolonial. Menurut pengakuan orang-orang tua dahulu, salah satunya Wali Nanggroe Malik Mahmud, yang saya simak ceritanya secara langsung berujar, orang Aceh dulu hingga kurun 40-50’an adalah peniaga yang ulung. Malik Mahmud sembari bercerita tentang CTC (Central Trading Company), BUMN Indonesia pertama yang dinahkodai oleh T. Hamid Azwar yang berasal dari Samalanga, banyak bercerita tentang seorang pengusaha sukses zaman itu yang bernama Usman Adamy. Usman Adamy adalah salah satu pengusaha Aceh yang tinggal di Singapura. Ia saat itu mendirikan kantor dagang hingga ke Hongkong. Di era itu Pulau Penang menjadi hub (penghubung) bisnis yang diramaikan oleh pengusaha asal Aceh. Di Lebuh Acheh, salah satu jalan di wilayah perkantoran kota tua di Penang, berjejer kantor dagang milik pengusaha Aceh. Kini, kedigdayaan orang Aceh dalam perniagaan tampak melemah. Orang Aceh seperti “gadöh seumangat”, entah akibat konflik berkepanjangan atau faktor lai...

Habaib, Abu Hasan Krueng Kalee dan Abon Seulimeum: Cerita Hubungan Habib dan Ulama di Aceh

Generasi Banda Aceh tahun 70-80an banyak yang masih ingat dengan Habib Ulee Kareng yang dikenal sebagai wali majzub/jazab di Ulee Kareng. Berdasarkan cerita Abu Din Lam Ateuk, beliau selalu naik sepeda ontel dan mendawamkan zikir Hu Hu Hu di dalam batin beliau (bukan dengan suara lisan). Nama beliau Habib Abubakar bin Hasan Assegaf. Beliau adalah paman dari sebelah ibu Habib Abdul Haris Alaydrus. Habib Abubakar punya saudara bernama Habib Ja'far bin Hasan Assegaf, yang berguru kepada Abu Hasan Krueng Kalee, ulama kharismatik Aceh yang berthariqah Haddadiyah, nisbah kepada Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad di Hadramaut, Yaman. Abu Hasan Krueng Kalee selain mengajar di Dayah Siem (wilayah XXVI Mukim Sagi Aceh Darussalam), juga mengajar di Gampong Keudah. Lokasi yang berdekatan dengan perkampungan Habaib di Peulanggahan, Gampong Jawa dan Merduati. Di era 2000'an pengajian di Gampong Jawa dipimpin oleh Almarhum Abon Seulimum, anak Abu Abdul Wahab Seulimum (yg akan saya ceritakan be...