Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label ekonomi Aceh

Mengapa Negeri Syariat tidak Bersyariat? Menjelaskan Anomali Sosial di Aceh

Aceh sebagai daerah yang berlaku syariat Islam namun marak muncul kasus yang mencoreng citra syariat. Tulisan berikut mencoba menganalisis persoalan kompleks ini, salah satunya adalah makin berjaraknya Islam dan syariat dari alam pikiran dan kesadaran generasi muda Aceh.  Tulisan ini merupakan tanggapan dari tulisan Putri Balqis Vilza berjudul Anomali Sosial dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh yang ditulis di laman website kba13.com milik Prof. Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad. Putri coba mengangkat keresahannya mengenai maraknya angka bunuh diri pada mahasiswa, operasi tangkap tangan pasangan non muhrim, menjamurnya industri asusila, terjaringnya pasangan penyuka sesama jenis (Liwath/Musahaqah), sampai mewabahnya tindak kekerasan hingga pembunuhan yang terjadi di Aceh, padahal di Aceh berlaku Syariat Islam. Kamarruzzaman Bustamam Ahmad dalam salah satu artikelnya menyimpulkan bahwa kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Lingkungan pertem...

Cerita Orang Aceh Dahulu dan Cara untuk Maju

  Stasiun kereta api di Banda Aceh era Kolonial. Menurut pengakuan orang-orang tua dahulu, salah satunya Wali Nanggroe Malik Mahmud, yang saya simak ceritanya secara langsung berujar, orang Aceh dulu hingga kurun 40-50’an adalah peniaga yang ulung. Malik Mahmud sembari bercerita tentang CTC (Central Trading Company), BUMN Indonesia pertama yang dinahkodai oleh T. Hamid Azwar yang berasal dari Samalanga, banyak bercerita tentang seorang pengusaha sukses zaman itu yang bernama Usman Adamy. Usman Adamy adalah salah satu pengusaha Aceh yang tinggal di Singapura. Ia saat itu mendirikan kantor dagang hingga ke Hongkong. Di era itu Pulau Penang menjadi hub (penghubung) bisnis yang diramaikan oleh pengusaha asal Aceh. Di Lebuh Acheh, salah satu jalan di wilayah perkantoran kota tua di Penang, berjejer kantor dagang milik pengusaha Aceh. Kini, kedigdayaan orang Aceh dalam perniagaan tampak melemah. Orang Aceh seperti “gadöh seumangat”, entah akibat konflik berkepanjangan atau faktor lai...

Tentang Nelayan Membuang Ikan 3 Ton di Lampulo dan Potensi Industri Pengolahan Ikan

Nelayan membuang 3 ton hasil tangkapannya di Lampulo, Kamis, (2/5) karena hasil tangkapan nelayan kali ini membludak. Mengakibatkan harga ikan di pasar anjlok. Mereka terpaksa membuang karena jika dijual, mereka tetap rugi, sementara kondisi ikan mulai membusuk.  Kejadian ini sangat disayangkan mengingat potensi laut kita yang cukup besar. Jumlah tangkapan ikan di musim tertentu bisa membludak. Jika stok membludak, harga ikan bisa menurun drastis. Sementara jumlah ikan yang mampu ditampung di cold storage terbatas. Katanya, sejumlah cold storage yang pernah dibangun untuk menampung hasil tangkapan ikan di Aceh, tinggal 46 persen yang masih berfungsi. Sisanya sudah tidak bisa digunakan lagi.  Keadaan ini patut disesali. Pertama, pemerintah yang telah membangun infrastruktur cold storage untuk menampung ikan, sebagiannya rusak tak dapat digunakan lagi. Tentu ini masuk kategori pemborosan anggaran yang merugikan kita semua.  Kedua, sistem supply chain atau rantai dagang peri...

Ojek Online dan Masalah Lapangan Kerja di Banda Aceh

  Foto: Kumparan.com Beberapa waktu yang lalu saat sepeda motor mengalami kendala, saya memesan gojek untuk mengunjungi salah satu warung kopi di kawasan Lampineung, Banda Aceh. Dalam perjalanan, saya menyapa tukang gojek tersebut, kami pun memulai percakapan. "Abang berapa dapat tiap hari dari narik gojek? Apa ada dapat 100 ribu sehari?" "Lebih bang. Rata-rata 200 ribu tiap hari. Tapi itulah, harus konsisten. Harus kerja sampe 12 jam sehari," jawabnya. Saya bertanya lagi, "sudah menikah bang? "Belum," jawabnya. Lumayan juga bisa menghasilkan kisaran pendapatan hingga enam juta per bulan untuk seorang lajang yang belum berkeluarga, pikir saya. Dari segi pendapatan, bekerja sebagai pengemudi ojek online terbilang cukup menjanjikan. Pendapatan dari gojek ini besarannya sekitar  dua kali lipat gaji pegawai honorer di instansi pemerintah. Tapi di sisi jam kerja, pekerjaan ini menyita waktu yang besar pula, juga menguras banyak energi. Apalagi di tengah cu...

Kopi Ulee Kareng dan Gampong Lam Ateuk

Di Banda Aceh, bagi sebagian besar laki-laki mulai dari remaja hingga dewasa, kopi merupakan konsumsi wajib, setelah nasi dan lauk-pauk. Kopi telah mempengaruhi kultur ekonomi Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin kira-kira 20 persen pengeluaran bulanan masyarakat dibelanjakan untuk ngopi di warung kopi. Meski konsumsi dan uang yang dikeluarkan untuk kopi cukup tinggi, konsumsi kopi bukanlah jenis penyakit konsumerisme ala kapitalisme yang meresahkan.  Konsumsi kopi di Banda Aceh umumnya adalah warung kopi tradisional dengan varian kopi berupa kopi saring robusta, kebiasaan ini merupakan bagian dari kultur konsumsi ala ekonomi kerakyatan. Mengapa?  Warung kopi tradisional harganya terjangkau. Sekitar lima ribu rupiah segelas. Kopi saring robusta ini mencirikan budaya konsumsi masyarakat kebanyakan, bukan representasi kelas sosial menengah atas. Warung kopi di Banda Aceh membuka banyak lapangan kerja: mulai dari pelayan, barista, penjual rokok, penjual makanan di rak makana...

Cerita Tentang Produk Lokal: Korea Selatan, China dan Aceh

Saya ingin bercerita sedikit mengenai pengalaman saya berinteraksi dengan seorang mahasiswa pascasarjana dari Korea Selatan sekitar tujuh tahun yang lalu. Ketika itu kami sama-sama sedang mengikuti program short course di Osaka University, Jepang.  Saya melihat teman asal Korea Selatan ini lebih bangga memakai gadget buatan dalam negeri mereka, Samsung, ketimbang ikut menggunakan gawai bermerek iphone keluaran Apple, salah satu perusahaan elektronik dunia paling prestisius milik mendiang Steve Jobs,  yang saat ini merajai pasar telepon genggam di seluruh dunia dan jadi tren anak-anak muda Indonesia Karena kebanggaan warganya terhadap budaya dalam negeri, juga sama halnya dengan produk-produk buatan dalam negeri, Korea Selatan dengan musik K-Pop nya serta industri perfilman melalui Drakor (drama korea), style fashion anak-anak Gangnam (Beverly Hills nya Seoul atau Menteng nya Seoul) akhirnya budaya pop Korea menjadi sebuah fenomena baru dalam budaya pop dunia.  Hal itu ber...

Anomali Data Statistik Aceh: Kondisi Aceh Baik Atau Buruk?

Di Tahun 2023, Universitas Syiah Kuala yang menjadi Jantong Hate Rakyat Aceh berada di peringkat ke delapan sebagai universitas terbaik di Indonesia. Suatu capaian luar biasa bagi dunia pendidikan Aceh.  Di tahun yang sama, Banda Aceh menjadi kota dengan angka kualitas indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi di Indonesia. Data ini menunjukkan bahwa kota Banda Aceh adalah kota dengan penduduk yang hidup sejahtera secara ekonomi, kondisi warganya hidup layak dengan rata-rata tingkat pendidikan warga yang tinggi dan kualitas kesehatan yang juga baik, salah satu indikatornya adalah angka rata-rata harapan hidup (life expectancy) yang tinggi. Dengan kata lain, banyak warganya yang berumur panjang. Namun jika kita menelaah data statistik lain dengan lebih terperinci, di saat yang sama, tiga dari Kabupaten/Kota di Aceh masuk dalam 10 besar wilayah dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Kota Lhokseumawe yang pernah jadi kota petrodollar, kota pusat industri, men...

Postingan populer dari blog ini

Posisi Perempuan dalam Kasus Komersialisasi Asmara dan Industri Asusila di Banda Aceh

  Ilmuwan sosial dan akademisi kenamaan Aceh, Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad (KBA), dalam tulisan di laman pribadinya mengangkat tentang kasus “industri asusila” (prostitusi terselubung yang sedang marak) di Banda Aceh. Ia coba menyibak fenomena tersebut sebagai sebuah masalah atau patologi sosial di masyarakat kita sebagai sebuah hal yang meresahkan. Namun ada yang luput dari amatan KBA, bahwa perempuan-perempuan itu bukan semata subjek yang memilih dengan kesadaran penuh untuk menjadi pelaku asusila. Perempuan-perempuan tersebut juga bisa kita lihat sebagai korban dari konstruksi sosial-budaya yang dibentuk oleh pergeseran budaya massa di kalangan generasi muda, yang berakar pada kapitalisme dan budaya konsumerisme. Lewat tulisan ini saya coba mengangkat sebuah fenomena relasi paling natural antara laki-laki dan perempuan yang biasanya terikat dalam hubungan asmara, namun kini muncul varian hubungan asmara baru yang bertransformasi menjadi hubungan yang cenderung artifisial, direkat...

Mengapa Negeri Syariat tidak Bersyariat? Menjelaskan Anomali Sosial di Aceh

Aceh sebagai daerah yang berlaku syariat Islam namun marak muncul kasus yang mencoreng citra syariat. Tulisan berikut mencoba menganalisis persoalan kompleks ini, salah satunya adalah makin berjaraknya Islam dan syariat dari alam pikiran dan kesadaran generasi muda Aceh.  Tulisan ini merupakan tanggapan dari tulisan Putri Balqis Vilza berjudul Anomali Sosial dalam Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh yang ditulis di laman website kba13.com milik Prof. Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad. Putri coba mengangkat keresahannya mengenai maraknya angka bunuh diri pada mahasiswa, operasi tangkap tangan pasangan non muhrim, menjamurnya industri asusila, terjaringnya pasangan penyuka sesama jenis (Liwath/Musahaqah), sampai mewabahnya tindak kekerasan hingga pembunuhan yang terjadi di Aceh, padahal di Aceh berlaku Syariat Islam. Kamarruzzaman Bustamam Ahmad dalam salah satu artikelnya menyimpulkan bahwa kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Lingkungan pertem...

Hubungan Ulama dan Umara di Tiga Kerajaan di Nagan Raya: Peran Bersama Dalam Budaya Pertanian

Sebagaimana kuatnya peranan Ulama dalam mempengaruhi kebijakan kepemimpinan dalam Kesultanan Aceh, begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya di Aceh. Hampir di setiap kerajaan kecil ini mempunyai ulama sebagai penasehat dan bahkan bisa dikatakan sebagai mitra kerja para raja. Para ulama ini ada yang menyebutnya sebagai Mufti dan sebagian tempat menjuluki mereka dengan sebutan Teungku Qadhi. Tanpa terkecuali termasuk Kerajaan Seunagan, Kerajaan Seuneu‘am dan Kerajaan Beutong Benggalang berada di wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Nagan Raya. Dimana dalam perjalanan sejarahnya, di ketiga kerajaan ini, hubungan para ulama dengan para raja sangatlah kental dan terjaga. Keterlibatan ulama dalam kepemimpinan di Nagan Raya sudah mulai terjalin kuat sejak era kerajaan, kuatnya hubungan ini juga mempengaruhi kebijakan pemerintahan raja-raja di Nagan. Bahkan hubungan semacam ini sudah menjadi hubungan emosional antara guru dan murid, sebagaimana hubungan antara Raja Seunagan Te...