Islam secara teoritis dan praktis bisa saja beririsan dengan kapitalisme di satu sisi dan sosialisasi di sisi lain. Namun untuk menerjemahkan apakah kapitalisme itu Islami, seperti yang pernah dicoba oleh Luthfi Assyauqanie ketika melihat etika Islam dan semangat tumbuhnya kapitalisme di Turki, atau coba menyamakan sosialisme dengan Islam yang dilakukan oleh Muhammad Fayyadl dan banyak lagi intelektual sebelumnya, adalah hal yang problematis dan terkesan dipaksakan.
Islam dan Kapitalisme
Islam sejalan dengan kapitalisme dalam hal hak kepemilikan individu atas properti dan aset dan hak dalam proses akumulasi kapital. Islam juga sejalan dengan kapitalisme dalam hal pengembangan kapital (modal) melalui perdagangan, produksi, investasi dan kegiatan ekonomi lainnya. Sementara Islam bertentangan dengan ekonomi kapitalistik yang menjadikan bunga sebagai pondasi bagi kegiatan ekonomi.
Debt is capitalism's dirty little secret (utang adalah rahasia kecil nan kotor dari kapitalisme). Ini adalah judul sebuah artikel di Financial Times tahun 2009.Utang dalam kapitalisme bekerja sebagai penggerak utama untuk memastikan berlangsungnya kegiatan ekonomi dan pertumbuhan. Pemberian pinjaman yang berlebihan dalam sistem kapitalisme adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan standar hidup sebagian besar penduduk pada saat kekayaan terkonsentrasi di tangan kelompok elit.
Besarnya keuntungan yang didapat oleh kelompok elit begitu besar, hal ini menggambarkan masalah dalam pasar bebas yang tidak diatur dengan ketat: kelompok kaya menjadi semakin kaya sementara kelompok lainnya tidak menjadi kaya sama sekali. Menurut ekonom Société Générale, pendapatan yang disesuaikan dengan inflasi dari seperlima orang yang berpenghasilan tertinggi di Amerika Serikat meningkat sebesar 60 persen sejak tahun 1970, sementara pendapatan masyarakat turun lebih dari 10 persen.
Seperti yang tertulis dalam New York Review of Books, keluarga Walton, yang terkenal sebagai pemilik Wal-Mart, lebih kaya daripada sepertiga populasi termiskin dari populasi AS – atau sekitar 100 juta orang. Ini adalah statistik yang mengejutkan, hal ini ditunjukkan oleh ukuran statistik seperti gini rasio yang terus meningkat di Amerika Serikat dan Inggris, yang memperkirakan kesenjangan pendapatan. Utang dengan imbalan dari pinjaman ini, yang dampak buruknya mengekalkan dominasi elite kaya terhadap mayoritas masyarkat miskin ini dalam istilah Islam disebut riba. Larangan terhadap riba adalah aturan main fundamental dan menjadi musuh utama Islam dalam kegiatan ekonomi.
Islam dan Sosialisme
Ide-ide tentang sosialisme Islam atau yang coba memadukan antara Islam dan sosialisme marak terjadi di dunia Islam di awal abad ke-20 bersamaan dengan semangat anti imperialisme dan kolonialisme Barat, dan menyebar begitu cepat ibarat cendawan di musim hujan.
Sosialisme hadir sebagai jawaban umat Muslim menjawab kegelisahan menghadapi penjajahan dan dominasi Barat di segala aspek: politik, ekonomi dan budaya. Sosialisme sedikit banyak menjadi semangat alternatif negara-negara Muslim untuk memperjuangkan kemerdekaan dan menjadi landasan ideologis negara-negara muslim yang baru merdeka, baik negara-negara Timur Tengah maupun Indonesia.
Sosialisme menyuarakan penentangan terhadap eksploitasi segelintir pemilik modal terhadap buruh dan kaum pekerja. Dalam politik, sosialisme menekankan peran penuh negara dalam aspek ekonomi, berlawanan dengan prinsip Laisez-Faire atau pasar bebas ala kapitalisme. Di awal abad ke-20, sosialisme yang berakar dari pemikiran Karl Marx atau Marxisme berkembang lewat interpretasi Stalin terhadap pemikiran Marx yang muncul lewat sistem komunisme di Uni Soviet.
Dalam komunisme secara praktik, negara menguasai semua aset dan alat produksi dan mengatur distribusi kebutuhan kepada warga negara secara adil dan merata, dalam artian jumlah yang sama. Komunisme hanyalah salah satu tafsiran dari Marxisme, Marxisme sendiri lahir dan berkembang dengan berbagai tafsiran dan interpretasi.
Sosialisme di penghujung abad ke-20 hingga abad ke-21 tampil dalam bentuk yang humanis dan mengadopsi demokrasi, berbeda dengan komunisme, sehingga negara tidak berperan secara totaliter, sekuat dominasi penuh komunisme. Di negara sosialisme demokrasi (sosdem), pasar dibiarkan berjalan dengan intervensi dan proteksi dalam skala tertentu. Kepemilikan individu diakui dalam negara dengan sistem sosialisme demokrasi, namun menitikberatkan pada distribusi kekayaan yang berkeadilan dengan menerapkan pajak kepada yang kaya (tax the rich) secara progresif (makin besar aset makin besar pajak) dan mendistribusikannya kepada masyarakat luas melalui program jaminan sosial, kesehatan dan pendidikan gratis serta hal lain.
Persoalan Ontologis
Islam mungkin coba diasosiasikan dengan sosialisme yang memperjuangkan keadilan ekonomi bagi rakyat banyak, namun sosialisme klasik atau komunisme pada praktiknya telah banyak berbenturan dengan pandangan Islam di abad ke-20 di berbagai belahan dunia. Di Uni Soviet yang didalamnya termasuk beberapa wilayah Muslim, negara membatasi bahkan menolak praktik ajaran agama. Di beberapa negara Arab, ketegangan antara pemerintahan komunis dengan pemeluk Islam tidak bisa dihindari.
Sementara sosialisme, yang sama-sama berakar dari Marxisme, mungkin tidak selalu hadir dalam bentuk penolakan terhadap agama dan tidak selalu bisa diasosiasikan dengan atheisme. Namun yang jadi catatan penting mengapa Islam dan Marxisme atau sosialisme tidak bisa kompatibel atau sejalan terletak pada akar filsafat Marx yang bersumber dari filsafat materialisme.
Filsafat materialisme Marx berakar dari filsafat materialisme era Yunani yang kemudian menginspirasi Marx untuk mematangkan pemahaman ontologisnya tentang hakikat segala sesuatu dalam filsafat materialisme. Mungkin terlalu rumit membahas filsafat materialisme Marx di tahap tertentu, namun secara sederhana materialisme Marx berarti penolakan terhadap metafisika.
Metafisika adalah inti dari filsafat klasik Yunani yang dirumuskan secara matang oleh Plato dan Aristoteles. Metafisika adalah filsafat yang membahas tentang realitas atau kebenaran tentang sesuatu yang abstrak, nir-benda namun bisa dipahami secara rasional. Metafisika adalah ilmu yang membahas tentang persoalan ontologis (kewujudan) dari segala sesuatu.
Metafisika klasik Yunani ala Aristoteles menginspirasi filsuf Islam semisal Al-Farabi dan Ibnu Sina, juga teolog Kristen Barat yang hidup di era skolastik semisal Saint Augustine dan Thomas Aquinas. Metafisika ditolak di Barat oleh filsafat empirisisme David Hume di Inggris dan jika kita merujuk Immanuel Kant dalam Prolegomena of Any Future Metaphysics, Kant (dalam interpretasi saya) juga menyerang metafisika klasik, yang berarti menolaknya. Jadi sejarah penolakan terhadap metafisika di Barat punya sejarah panjang, yang sebenarnya juga berakar dari filsafat Yunani. Ide empirisme David Hume sebenarnya mengikuti atau setidaknya terinspirasi dari filsafat naturalisme era Yunani kuno.
Tanpa hendak melakukan simplifikasi terhadap filsafat materialisme Marx, secara sederhana Marx bermaksud menarik fokus kajian filsafat dari realitas rasional non-empiris menjadi tertuju pada realitas empiris. Kata Marx, yang jadi masalah bagi filsafat bukan soal bagaimana melakukan interpretasi terhadap dunia, yang penting adalah bagaimana mengubahnya.
Salah satu tesis penting Marx yang kemudian jadi basis pemikiran sosialisme adalah dialektika-historis. Marx melihat sejarah manusia berasal dari alur panjang yang lahir, tumbuh dan berkembang disebabkan faktor ekonomi sebagai penggerak utama sejarah atau dikenal dengan determinasi ekonomi (economic determinant). Manusia dari zaman primitif (food gathering), kemudian mengenal sistem agraris, masuk era merkantilisme (perdagangan) hingga masa industri dengan ditemukannya mesin, digerakkan oleh motif ekonomi: melakukan kegiatan produksi, mengakumulasi kekayaan dan oleh sebab itu juga menjadi penyebab konflik.
Garis besarnya adalah konflik antara yang memiliki modal dengan pekerja (petani di era agraris dan buruh di era industri). Dalam proses ini terjadi eksploitasi pekerja oleh pemilik modal. Untuk itu Marx mengidamkan terwujudnya tatanan dunia tanpa kelas yang mencegah terjadinya eksploitasi dan distribusi kekayaan antara pemilik modal dan pekerja diatur sehingga tidak ada yang mengalami eksploitasi dan dirugikan.
Apabila dunia tidak mengenal pemikiran Marx, mungkin tidak akan tercipta relasi yang lebih adil dan manusiawi antara pemilik modal dan pekerja, seperti yang kita rasakan hari ini. Artinya, upaya Marx untuk mencegah eksploitasi memang telah mengubah dunia. Namun, mengasosiasikan sosialisme atau Marxisme dengan Islam, punya implikasi yang besar, khususnya dari cara pandang terhadap dunia dan pemaknaan atas segala sesuatu.
Jika sosialisme hanya diadopsi dalam bentuk penerapan sistem distribusi kekayaan yang berkeadilan di suatu negara, mungkin hal ini tidak begitu jadi masalah. Namun, secara filosofis, menjadikan filsafat materialisme Marx yang kontradiktif dengan metafisika (realitas nir-benda) sebagai cara pandang filosofis seorang Muslim, akan menimbulkan pertentangan dengan basis ajaran Islam bahkan agama-agama yang ada.
Hal lain, menganggap bahwa determinasi ekonomi sebagai faktor atau motif utama dalam menggerakkan sejarah atau kehidupan manusia, juga problematis. Pandangan ini dapat menjadikan manusia menafikan banyak aspek, dan menjadikan kita melihat hal (segala sesuatu) secara parsial.
Mungkin persoalan metafisika, filsafat materialisme Marx dan Islam serta teologi agama-agama lain perlu dibahas di kesempatan lain, agar lebih jelas.
Perbedaan Nilai
Kembali ke persoalan praktis, sosialisme sebagai ideologi dan sistem ekonomi-politik memperjuangkan kaum marginal, lemah dan mencegah eksploitasi, dalam hal ini memang sejalan dengan semangat dan cita-cita Islam. Namun penerapan pajak berlebih (excessive taxation) yang dilakukan oleh negara sosialis, juga bukan hal yang digalakkan dalam prinsip ekonomi Islam. Bahkan jika merujuk kepada teks klasik Islam, pajak pada skala tertentu, bisa menjadi bentuk kezaliman dan pelanggaran atas hak individu.
Islam mewajibkan zakat dengan kadar 2,5 persen, persentase dengan nominal kecil jika dibandingkan pajak di negara modern, sebagai cara distribusi kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin, juga sebagi upaya untuk memproteksi golongan yang lemah. Meski zakat terbilang rendah persentasenya, di sisi lain Islam menggalakkan distribusi kekayaan melalui infaq, shadaqah dan waqaf yang dianjurkan namun tidak diwajibkan. Para sahabat Nabi, contohnya Sayyidina Abubakar, berinfaq dengan seluruh hartanya untuk ummat Islam. Distribusi kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin dalam Islam, lebih tidak memaksa dan tidak memberatkan, namun bertumpu pada prinsip sukarela.
Meski tulisan ini terlalu singkat untuk mencoba menjelaskan hal yang sebenarnya kompleks dan butuh penjelasan panjang yang membahas banyak aspek, setidaknya saya coba menyimpulkan bahwa sebagaimana kapitalisme dan sosialisme, Islam punya landasan tersendiri yang bersumber dari ajaran agama, sehingga Islam tidak bisa diasosiasikan atau disamakan dengan kapitalisme atau sosialisme, meski di satu atau beberapa hal, ada nilai dan pendekatan yang seolah sama atau beririsan.
Secara filosofis, kapitalisme, sosialisme dan Islam punya pemaknaan yang berbeda tentang konsep dasar seperti keadilan, dan lain-lain, meski sama-sama memperjuangkan keadilan dan nilai-nilai baik. Islam punya konsep tentang manusia, kehidupan dan dunia yang jauh berbeda dari ideologi manapun, sehingga yang serupa tak bisa dikatakan sama.
Oleh: Jabal Ali Husin Sab
Mari dukung dan apresiasi karya ini dengan berdonasi, melalui link berikut: Trakteer
Komentar
Posting Komentar